Oleh : http://salmanitb.com/
Berbukit dan berbatu, itulah yang dapat digambarkan jika ditanya perihal akses jalan menuju Desa Mandalamekar yang berada di Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya. Tidak kurang batu-batu sebesar kepalan tangan mendominasi jalan desa ini. Hanya kendaraan besar seperti truk dan elf saja yang bisa bertahan melintas, pun motor-motor dengan roda besar. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya melintasi jalanan desa ini.
“Gogoakan, Neng, ibu ti dines mah,” kata Ayat, warga Desa Mandalamekar, kurang lebih dalam bahasa Indonesia bermakna, “Ibu dari dinas sampai jerit-jerit, Neng”, kisah Ayat perihal pengalamannya membonceng petugas dari pemerintahan meninjau hutan di Desa Mandalamekar, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya ini.
Hutan desa ini memang jadi primadona tersendiri bagi Desa Mandalamekar. Lebih dari 20 hektar hutan adalah hasil penanaman mandiri warga desa. Luas hutan Desa Mandala Mekar keseluruhan kini mencapai 80 hektar. Menurut Yana Noviadi, Kepala Desa Mandalamekar, di desanya dulu sempat terjadi krisis air terutama untuk persawahan. Warga berebut air dan secara tidak langsung hal tersebut menimbulkan perpecahan. Berkat penanaman hutan yang dikoordinir kelompok warga Mitra Alam Munggaran sejak 2004, masalah air ini akhirnya kini teratasi.
Diakui Yana, kontur Desa Mandalamekar yang berbukit dan berbatu sempat menghambat proses penanaman kembali hutan, tetapi hal tersebut tidak dijadikan kendala yang berarti. Penanaman hutan terus berjalan secara berkesinambungan. Atas kerja keras menanami hutan ini, Desa Mandalamekar sempat mewakili Kabupaten Tasikmalaya dalam Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2010 lalu dan mendapatkan Juara II.
Yana meyakini kebutuhan akan air adalah hak dasar manusia yang harus dipenuhi. Ketersediaan air menyangkut mata pencaharian warga, lebih lanjutnya mata pencaharian akan berkenaan langsung dengan kondisi ekonomi warga. “Agama kita kan mengajarkanrahmatan lil alamin, rahmat untuk seluruh alam. Namun saya yakin kita tidak bisa menguasai seluruh ilmu yang ada, tetapi hanya dalam bidang-bidang tertentu saja. Salah satunya ya dengan kehutanan ini,” tutur Yana.
Radio Komunitas dan Situs Web Desa
Sejak 2007, Desa Mandalamekar memiliki sebuah radio komunitas yang diberi nama Ruyuk FM. Awalnya radio ini bertujuan untuk mensukseskan program penghijauan hutan dengan memanfaatkan radio sebagai sarana sosialisasi. “Ada warga yang merantau kebetulan mengerti IT (information technology). Akhirnya dikembangkan radio komunitas dan blog untuk desa,” ujar Yana.
Abdul Jamaludin, staf desa Mandalamekar, (kiri) mengantarkan Reporter SalmanITB.com Maya DM (tengah) dan Rina AB (kanan) menuju rumah Kepala Desa.(Foto: Yudha PS)
“Kami siaran dari selepas magrib sampai semaunya saja,” kata Yana sambil tertawa. Ruyuk FM sudah tidak asing lagi di kalangan jaringan Radio Komunitas di Indonesia. Sementara menurut Ayat, di kalangan warga Desa, Ruyuk FM sudah dikenal luas. “Tos seueur fans-na, Neng, Ruyuk mah,” Ruyuk sudah banyak penggemarnya, Neng, kata Ayat.
Radio komunitas ini menjadi pusat informasi warga Desa Mandalamekar. Konten siarannya kini telah berkembang dengan tetap fokus pada memuliakan Bahasa Sunda dan sosialisasi program-program desa di berbagai bidang.
Pada 2007 juga, Yana sempat membuat selebaran guna memperkenalkan profil desa dan potensi yang dimilikinya. Namun, diakui Yana hal tersebut terbilang mahal dan tidak terlalu efektif. Akhirnya pada 2008 dibuatlah blog desa dengan memanfaatkan layanan blog gratis.
Setelah mulai berjejaring dengan komunitas-komunitas di luar Desa Mandalamekar, banyak yang mendukung dan membantu dalam pemberdayaan jurnalisme warga. Sampai akhirnya, Mandalamekar bisa memiliki situs web beralamat di mandalamekar.or.id dengan cuma-cuma.
Keterbatasan sinyal untuk koneksi internet, membuat Yana yang juga admin situs web Mandalamekar ini, harus ke tengah sawah terlebih dahulu jika akan mempublikasikan tulisan. Di tengah sawahlah tempat yang paling bagus sinyalnya. “Sebenarnya membuat (situs web) ini hanya ingin menyatakan bahwa desa ini ada,” ungkap Yana ketika ditanya alasannya secara konsisten mengisi konten web desa.
Merdeka Sesungguhnya dengan Open Source
Program-program yang dicanangkan Kepala Desa Mandalamekar dirancang untuk mewujudkan visi Desa Mandiri pada 2025. Program jangka panjang ini sengaja disusun karena menurut Yana, siapapun yang menjabat, jika programnya sudah dicanangkan, akan tetap berjalan dengan pengawasan masyarakat.
“Desa harus benar-benar mandiri, tidak ada anggaran yang mengalir ke sini,” tutur pria lulusan SMA Negeri 4 Kota Tasikmalaya ini.
Kemandirian yang tengah dirintis Desa Mandalamekar bukan hanya mandiri dari segi pengelolaan sumber daya alam dan informasi. Desa Mandalamekar juga bekerja sama dengan salah satu komunitas open source dari Yogyakarta dan mencanangkan MGOS (Mandalamekar Goes Open Source!) untuk mencapai kemandirian teknologi.
Open source dinilai Yana sebagai teknologi yang bisa dikembangkan sendiri oleh anak bangsa. Kendati pun infrastruktur di desa masih sangat minim, Yana tetap berusaha memaksimalkannya.
“Kalau belum bisa merdeka, artinya belum bisa mandiri sepenuhnya. Kalau masih tergantung dengan orang lain, artinya masih terjajah,” tegas Yana.