Indonesia merupakan negara yang besar. Besar
luas wilayahnya, dan besar juga jumlah penduduknya. Jadi, Indonesia
memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai
pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia
tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional ini begitu mulia,
akan tetapi kapankah pencapaian tujuan ini bisa terwujud jika kita
masih menyaksikan tayangan televisi yang menayangkan 7 fakta kelam
remaja Indonesia saat ini yaitu Pornografi, tawuran antar pelajar,
narkoba, putus sekolah, anak jalanan, komersialisasi seks, dan free sex (“On The Spot Spesial 600” ,Trans 7 pada Sabtu malam tanggal 21 Mei 2011).
Memang, pendidikan dan tujuannya bukanlah
sesuatu hal yang tiba-tiba bisa terwujud dan terlihat hasilnya, tetapi
memerlukan proses dan sinergitas antar komponen pendidikan, baik itu
antara pendidik dan peserta didik, peserta didik dengan manajemen
pendidikannya, orang tua dengan pendidik, manajemen pendidikan dengan
orang tua, dan juga peserta didik dengan orang tuannya sendiri.
Proses pendidikan dalam kehidupan manusia
ini memang tidak terlepas dari sang pendidik sebagai subjek pendidikan,
berhasil atau gagalnya pendidikan sangat ditentukan oleh subjek
pendidikan tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik,
sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan dan berbagai
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik.
Masalah mengajar telah menjadi persoalan
para ahli pendidikan sejak dahulu sampai sekarang, sehingga pengertian
mengajarpun mengalami perkembangan pula.Bahkan, hingga dewasa ini belum
ada devinisi yang tepat bagi semua pihak mengenai mengajar itu.
Bagi peserta didik, seorang pendidik
merupakan contoh ideal dan teladan yang bisa mengarahkan semua masalah
dalam kehidupannya baik berbentuk ucapan maupun tindakan.Teladan juga
penting dan paling efektif untuk menyiapkan etika dan mencetak
kepribadian seorang peserta didik. Dalam bahasa jawa guru merupakan
orang yang digugu lan ditiru.
Jadi, dalam proses belajar-mengajar,
pendidik dalam hal ini guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing,
dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Agar
hasil yang direncanakan (tujuan) tercapai semaksimal mungkin.
Memang, pada awalnya, kewajiban mendidik
agar tidak menjadikan anak-anak lemah adalah ditekankan kepada orang tua
yang memiliki anak-anak, akan tetapi makna ini kini lebih ditekankan
kepada pendidik karena anak-anak lebih sering bersama para pendidik
ketimbang dengan orang tuanya karena sibuk bekerja.
Allah SWT telah memperingatkan kepada orang
tua mengenai kewajibannya terhadap anak-anak mereka dalam Alquran surat
Annisa ayat 9 :
|·÷uø9urúïÏ%©!$#öqs9(#qä.ts?ô`ÏBóOÎgÏÿù=yzZpÍhè$¸ÿ»yèÅÊ(#qèù%s{öNÎgøn=tæ(#qà)Guù=sù©!$#(#qä9qà)uø9urZwöqs%#´ÏyÇÒÈ
“ Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.
Dengan mengambil makna yang dikemukakan oleh
Muhammad Sayyid Thanthawi mengenai “0rang-orang” bahwa artinya
ditujukan kepada semua pihak, siapapun, karena semua diperintahkan untuk
berlaku adil, berucap benar dan tepat.
Dengan penekanan lebih pada makna
“orang-orang” ini, maka pendidik harus bertanggung jawab dan profesional
dalam menjalankan kewajibannya.
Subjek pendidikan sangat berpengaruh sekali
kepada keberhasilan atau gagalnya pendidikan karena disebabkan banyak
hal yang melatarbelakangi si pendidik.
Subjek pendidikan adalah orang ataupun
kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga
materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek
pendidikan.
Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan
para ahli pendidikan adalah Orang tua, guru-guru di institusi formal
(disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan
pendidikan pertama ( tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama
ini adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita harus
menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah yang kedua adalah
Rasulullah. Sebagaimana dapat kita lihat dalam surat al-‘Alaq (96) 4-5:
Ï%©!$#zO¯=tæÉOn=s)ø9$$Î/ÇÍÈzO¯=tæz`»|¡SM}$#$tBóOs9÷Ls>÷ètÇÎÈ
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”[1]
Dari kedua ayat ini, Allah
menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah dalam mengajar manusia.
Pertama, melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia, dan yang
kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua
ini dikenal dengan istilah (علم لدني) ‘Ilm Ladunniy.
Secara etimologi pendidik adalah orang yang
memberikan bimbingan.Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah
orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan.Kata tersebut seperti “teacher” artinya guru yang mengajar dirumah.
Sementara itu bila kita merujuk kepada hasil
konferensi internasional Islam I diMekah 1977, pengertian pendidikan
mencakup tiga pengertian sekaligus yakni tarbiyah, ta’lim, ta’dib. Dapat kita ambil pemahaman, pengertian pendidik dalam islam adalah Murabbi, Mu’allim dan Mu’addib.
Pengertian mu’allim mengandung arti konsekuensi bahwa pendidik harus mu’allimun yakni menguasai ilmu, memiliki kreatifitas dan komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu.Sedangkan konsep ta’dib
mencakup pengertian integrasi antara ilmu dengan amal sekali gus,
karena apabila dimensi amal hilang dalam kehidupan seorang pendidik,
maka citra dan esensi pendidikan islam itu akan hilang.
Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai kata ustaz, Mudarris, Mu’allim, dan mu’addib.
Secara keseluruhan kata-kata tersebut terhimpun dalam satu kata
pendidik karena semua kata tersebut mengacu kepada seorang yang
memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kepada orang lain.
Secara terminologi terdapat beberapa
pendapat dari pakar pendidikan tentang pengertian pendidik, antara lain
dari Ahmad D. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul
tanggung jawab untuk mendidik.Ahmad
Tafsir menyatakan bahwa pendidik dalam islam sama dengan teori di barat
yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap peserta didik dan Muri
Yusuf, mengemukakan bahwa pendidik adalah indifidu yang mampu
melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Pendidik
Telah dibahas terlebih dulu, bahwa pendindik
adalah orang yang memberikan bimbingan.Pengartian ini memberi kesan
bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang
pendidikan menjadi orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan.
Pendidik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu orang tua dan orang lain.
Pertama, orang tua.Ia
disebut pula sebagai pendidik kodrati manusia, karena mereka mempunyai
hubungan darah dengan anak. Disebut juga orang yang menjadi pendidik pertama.Sebab secara alami anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah orang tuanya.Kalau
orang tua sudah meninggal maka tugas ini digantikan oleh orang yang
bertanggung jawab mendidik anak dalam keluarga, dikenal juga dengan
istilah wali.
Kedua, orang lain seperti Guru, Dosen, Pelatih, Pembimbing, juga masyarakat.Dalam alQur’an Allah mencontohkan bagaimana nabi Isa belajar kepada Khaidir. Sebagimana terdapat dalam surat al-Kahfi(18) ayat 66
Artinya: “Musa berkata kepada Khidhr:
“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang
benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”( al-Kahfi(18) ayat 66).
Sejalan dengan tuntunan perkembangan
manusia, orang tua dalam situasi tertentu atau sehubungan dengan bidang
kajian tertentu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya.
Untuk itu mereka melimpahkan tanggung jawab mereka kepada orang lain
yang mereka anggap pantas dan professional seperti kepada guru-guru di
sekolah, instruktur di tempat kursus, dan dosen di kampus.
Pelimpahan itu bukan berarti tanggung jawab
orang tua dalam pendidikan tidak ada lagi, justru disini orang tua
benar-benar harus punya kemampuan dalam menyikapi perkembangan sianak.
Dikarenakan banyaknya mereka temui yang akan mempengaruhi perkembangan
moral, emosiona, dan kematangan berfikir mereka (anak).
Beberapa ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan subjek pendidikan adalah:
Pertama, Surah an Nahl: 43-44 :
!$tBur$uZù=yör&ÆÏBy7Î=ö6s%wÎ)Zw%y`ÍûÓÇrqRöNÍkös9Î)4(#þqè=t«ó¡sù@÷dr&Ìø.Ïe%!$#bÎ)óOçGYä.wtbqçHs>÷ès?ÇÍÌÈÏM»uZÉit7ø9$$Î/Ìç/9$#ur3!$uZø9tRr&ury7øs9Î)tò2Ïe%!$#tûÎiüt7çFÏ9Ĩ$¨Z=Ï9$tBtAÌhçRöNÍkös9Î)öNßg¯=yès9urcrã©3xÿtGtÇÍÍÈ
43. dan Kami tidak
mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan[828] [2]jika kamu tidak mengetahui,
44. keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar
kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka[3]dan supaya mereka memikirkan,
Pada ayat ini diuraikan kesesatan
pandangan kaum musyrikin menyangkut kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dalam
penolakan terhadap apa yang diturunkan Allah SWT mereka selalu berkata
bahwa manusia tidak wajar menjadi rasul atau utusan Allah, atau paling
tidak ia harus disertai oleh malaikat. Nah, ayat ini menegaskan bahwa:
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kepada umat manusia kapan dan di
manapun kecuali orang-orang lelaki yakni jenis manusia pilihan, bukan
malaikat yang Kami beri wahyu kepada mereka antara lain melalui malaikat
Jibril. Maka wahai orang-orang yang ragu atau tidak tahu bertanyalah
kepada ahl dzikr yakni orang-orang yang berpengetahuan jika kamu tidak
mengetahui.
Kata ahl dzikr pada ayat ini dipahami oleh
banyak ulama dalam arti para pemuka Yahudi dan Nasrani.Mereka adalah
orang-orang yang dapat memberi infonnasi tentang kemanusiaan para rasul
yang diutus Allah.Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat
dituduh berpihak pada informasi al-Qur’an sebab mereka juga termasuk
yang tidak mempercayainya, kendati demikian persoalan kemanusiaan para
rasul, mereka akui. Ada juga yang memahami istilah ini dalam arti
sejarawan, baik muslim ataupun non muslim.
Walaupun penggalan ayat ini turun dalam
konteks tertentu, yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya
tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum, maka ia dapat
dipahami pula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui
atau diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tahu dan tidak tertuduh
objektivitasnya.
Ayat di atas mengubah redaksinya dari
persona ketiga menjadi persona kedua yang ditujukan langsung kepada
mitra bicara, dalam hal ini adalah Nabi Muhammad SAW.Agaknya hal ini
mengisyaratkan penghormatan kepada beliau dan bahwa beliau termasuk
dalam kelompok rasul-rasul yang diutus Allah, bahkan kedudukan beliau
tidak kurang.
Penyebutan anugerah Allah kepada Nabi
Muhammad secara khusus dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah
adz-dzikr mengesankan perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan
para rasul sebelumnya.
Dalam konteks ini Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidak seorang nabipun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya padanya.Dan
sesungguhnya aku dianugerahi wahyu (al-Qur’an) yang bersifat immaterial
dan kekal sepanjang masa, maka aku mengharap menjadi yang paling banyak
pengikutnya di hari kemudian”.(HR.Bukhori).
Ayat ini juga menugaskan Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan al-Qur’an.Bayan
atau penjelasan Nabi Muhammad itu bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat.Memang as-Sunah mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hokum syara’.
Ada dua fungsi penjelasan Nabi Muhammad
dalam kaitannya dengan al-Qur’an yaitu Bayan Ta’kid dan Bayan Tafsir.
Yang pertama sekedar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang
terdapat dalam Al-Qur’an, sedang yang kedua memperjelas, merinci, bahkan
membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an.
Kedua, Surah al-Kahf: 66 :
tA$s%¼çms94ÓyqãBö@ydy7ãèÎ7¨?r&#n?tãbr&Ç`yJÏk=yèè?$£JÏB|MôJÏk=ãã#Yô©âÇÏÏÈ
66. Musa berkata kepada
Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu
yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”
Dalam pertemuan kedua tokoh pada ayat
ini diceritakan Nabi Musa yang terkesan banyak menanyakan sesuatu kepada
salah satu hamba Allah yang memiliki ilmu khusus. Sementara jawaban
dari orang tersebut menyatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup untuk
sabar bersamanya. Dan bagaimana Nabi Musa dapat sabar atas sesuatu,
sementara ia belum menjangkau secara menyeluruh beritanya.
Ucapan hamba Allah ini, memberi isyarat
bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan rnemberi
tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, bahkan
mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik
mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu
yang akan dipelajarinya.
Ketiga, QS.Arrohman: 1-4 :
ß`»oH÷q§9$#ÇÊÈzN¯=tætb#uäöà)ø9$#ÇËÈYn=y{z`»|¡SM}$#ÇÌÈçmyJ¯=tãtb$ut6ø9$#ÇÍÈ
1. (tuhan) yang Maha pemurah,
2. yang telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia menciptakan manusia.
4. mengajarnya pandai berbicara.
Al-Qur’an adalah firman-firman Allah
yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan
lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, menjadi bukti
kebenaran mukjizat Nabi Muhammad SAW.
Kata al-Qur’an dapat dipahami sebagai
keseluruhan ayat-ayatnya yang enam ribu lebih itu, dan dapat juga
digunakan untuk menunjuk walau satu ayat saja bagian dari satu ayat.Kata al-Insan disini mencakup semua jenis manusia, sejak Adam as.Hingga akhir zaman.AI-Bayan berarti jelas. Namun ia tidak terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka.
Dimulainya surah ini dengan kata ar-Rahman
bertujuan mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah
untuk mengakui nikmat-nikmat dan beriman kepada Allah.
Allah ar-Rahman yang mengajarkan al-Qur’an itu ialah yang menciptakan manusia, makhluk yang paling membutuhkan tuntunannya.
Subjek pendidikan dalam Islam benar-benar
diperhatikan keberadaannya.Terlihat betapa selektifnya Islam dalam
menentukan mana yang pantas dikatakan sebagai pendidik dan mana yang
tidak.
Subjek pendidikan atau pendidik yang pertama
adalah orang yang ada dirumah tangga (orang tua atau Wali), yang kedua
adalah diluar rumah seperti guru, dosen, masyarakat dan lain-lain.Untuk mencapai hasil yang maksimal, sipendidik ahrus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.
Kata “pendidik” itu meliputi semua orang
yang memberi pendidikan, seperti guru, ustad, kyai, pengajar, dan
orangtua.Seorang pendidik adalah teladan bagi generasi di zamannya.Ia
memegang peranan penting dalam perkembangan suatu masyarakat. Oleh
karenanya, jika ia dapat melaksanakan kewajibanya dalam mengajar, ikhlas
dalam melaksanakan tugas, dan mengarahkan anak didiknya kepada
pendidikan agama serta perilaku yang baik, maka ia akan mendapat
keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.
Pesan dan anjuran paling mendasar bagi pendidik sukses: diantaranya,
- Menjauhi kemusrikan.
- Menghormati orangtua.
- Mendirikan salat.
- Beramar makruf nahi munkar.
- Menghindari sombong dan angkuh.
- Berjalan dan bersuara secara wajar.
- Berani menghilangkan rasa malu dalam menuntut ilmu kembali agar menjadi lebih professional.
Dengan begitu selektifnya Islam menunjuk
pendidik-pendidik ini diharapkan agar tak ada lagi fakta kelam remaja
dalam kehidupannya, dan dengan begitu maka tercapailah tujuan pendidikan
yang sebenarnya.