Pendahuluan
Pada suatu siang di halaman madrasah saya terdengar keributan yang cukup menghebohkan. Seorang anak memukul temannya bak orang dewasa yang mahir bergulat. Tak pelak lagi, sampai hidungnya berdarah. Ketika ditanya, anak itu dengan ringannya mengatakan bahwa ia hanya sedang memperlihatkan adegan film yang semalam ia tonton.Anak-anak ini dengan kepolosannya tidak akan menganggap hal ini sebagai sesuatu yang serius. Akan tetapi, bagi para pemerhati pendidikan tentunya menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Hal ini dikarenakan kasus-kasus yang berhubungan dengan akhlak mazmumah terjadi di seluruh pelosok dunia.
Anak-anak kian jauh dari agama. Mereka jauh lebih hafal lagu “Bukan Bang Toyib”nya Wali Band daripada juz ‘amma. Bergumam lagu Bintang Kecil daripada shalawat nabi. Anak-anak kini tertidur di depan televisi bahkan bersama ibunya, yang entah membacakan doa sebelum tidur atau tidak.Ibu-ibu mempercayakan televisi untuk menina-bobokan anaknya. Silahkan, kita bisa survey di rumah kita sendiri, atau tetangga-tetangga kita. Padahal waktu sebelum tidur adalah waktu yang sangat penting.
Keadaan ini hendaknya jangan dibiarkan. Otak anak kian terisi dengan hal-hal yang dilihat dan di dengarnya dari telivisi yang tak berpendidikan. Disfungsi orang tua pun terlihat jelas di sini. Jadi kejelasan mengenai bagaimana sikap anak terpengaruh oleh hal-hal yang terjadi sebelum tidur, akan kita kaji ulang dalam tulisan ini.
“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahuidan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (QS 6 Al-Anaam : 140 )
Menjelang Terlelap : Waktu Tepat Mengisi Ulang
Pendidikan yang pertama adalah keluarga. Hal ini benar adanya. Tentu saja manusia terlahir tanpa mengetahui apa-apa. Keluarga terutama ibu menjadi pendamping utama semasa manusia belum mampu melakukan apa-apa.
Anak menjadi titipan bagi orang tuanya. Apabila titipan perhiasan ini dilaksanakan menjadi amal shaleh baginya.
المال والبنون زينةالحياةالدنيا……..
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia ……….”(Qs. Alkahfi: 46)Nilai-nilai budaya mengalir melalui kaum perermpuan. Terutama ibu. Rangkaian nilai peradaban mengalir melalui senandung ibu pada saat menina-bobokan anaknya. Intensitas komunikasi ibu dengan anak, memungkinkan perempuan (ibu) menjadi media transformasi tersebut. (Setia Hidayat & N. Syamsudin, 2004: 90).
Bahkan Alloh SWT telah memberikan isyarat mengenai hal ini dalam surat Albaqoroh ayat 233 :
الوالدات يرضعن اولادهن حولين كاملين لمن اراد ان يتم الرضاعة……..
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan……..”Ayat ini menggambarkan bahwasanya seorang ibu memiliki kesempatan yang banyak dengan ananknya. Tentunya hal ini harus dimanfaatka untuk memberikan sugesti-sugesti (pembelajaran) yang positif kepada anaknya. Waktu menyusui adalah waktu mendekati tidur. Waktu ini menjadi waktu yang krusial untuk perkembangan anak.
Menyusui bermakna memerlukan dedikasi yang tinggi. Mengorbankan segalanya, baik itu materi maupun waktu. Namun dengan manfaatnya, menyusui ini mengandung makna mendidik dari seluruh segi kehidupan anak.
Pada anak perhatian itu ditentukan oleh kebutuhan dalam arti pemeliharaan diri, keinginan dan rasa takut. Hal hal yang bersangkutan dengan kebutuhan dan keinginan diamatinya baik-baik.(Depag, 1985:68).
Jangan heran apabila kita menyaksikan anak yang hyperaktif sudah bisa ditebak. Jarang mendapat sentuhan kasih sayang ibunya.
Pada waktu sebelum tidur menandakan bahwa otak sedang berada di gelombang Alfa (8-13,9 Hz). Keadaan ini merupakan pintu masuk atau akses ke perasaan bawah sadar seseorang, sehingga otak bekerja maksimal menyerap informasi. Erbe Sentanu (2008:72) mengatakan bahwa anak-anak balita gelombang otaknya selalu dalam keadaan alfa. Apabila waktu sebelum tidur seorang anak terisi dengan tayangan televisi, maka terisilah otaknya dengan apa yang dilihat dan di dengarnya. Begitu pula sebaliknya. Bila terisi dengan hal yang positif maka efek positif pula yang didapatnya.
Contohnya, kisah si kecil Husain dari Iran yang sudah hafal dan paham Alquran. Ternyata, dalam kisahnya sang ibu tak pernah bosan untuk membacakan ayat Alquran sejak ia dalam kandungan. Husain kecil tumbuh di lingkungan halaqoh Alquran. Kini ia telah menyandang gelar Doktor Honoris Causa dari University of Hijaz.
Ibu atau perempuan yang diciptakan Alloh secara fungsional sebagai pengentas generasi dan peradaban baru secara ilmiah, merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Secara proporsional perempuan/ibu mendapatkan tempat tersendiri dalam daya-cipta seni budaya Sunda. Terutama dalam memperkenalkan kandungan estetis dan etis sebagai paduan karsa, rasa, cipta dan periksa kepada anak, sejak anak masih menjadi jabang bayi. (Setia Hidayat & N. Syamsudin, 2004: 91).
Ibu dalam konteks fungsi dan ibu dalam konteks simbol pencerahan adalah substansi bagi mengalunnya nyanyian hati tanpa henti. Substansi bagi abadinya cahaya sukma dalam kehidupan pragmatis dan praktis. Pada ibulah Alloh menitipkan surga.
Dalam budaya Sunda, simbol eksistensi ibu secara implicit, sebagai transformer nilai lurur banyak kita dapatkan dalam berbagai rumpaka. Pada tembang Sangkakala Padjajaran, ini posisi ibu juga ditampakkan secara eksplisit. Berikut rangkaian lirik dalam kuplet Pupunden Ati :
“Duh anak ibu, nugeulis pupunden ati
Geus bisa ulin, geus capetang jeung ngopepang
Teu weleh deudeuh, najan bangor toloheor
Tambah kanyaah, sarengkak saparipolah”
Artinya :
“Duh anak ibu, nan jelita pujaan sukma.
Sudah bisa bermain, lancar berbicara dan berpolah.
Ibu selalu sayang, meski nakal.
Rasanya bertambah kasih sayang menyaksikan setiap gerak dan lakumu”. (Setia Hidayat & N. Syamsudin,2004: 91)
Nyanyian cinta ibu ini mengalirkan kasih sayang tak berujung. Menginspirasi generasi yang penun kearifan dan kasih sayang. Simbolitas ini adalah salah satu budaya Sunda bahwa “indung sagara hampura”.
Reaktualisasi dan Reaktivasi Senandung Ibu
Keadaan otak anak yang Alfa ini semestinya bisa kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Menina-bobokan anak dengan Alquran tentu akan sangat bermanfaat. Bercerita dengan kisah-kisah para nabi dan rosul tentu akan memberikan pengajaran bagi mereka.
Membacakan shalawat nabi sebelum tidur berpengaruh positif bagi anak. Mekipun ada yang mengaggap sebagi bid’ah (A. Surjadi, 2006:140). Shalawat-shalawat yang kita kenal, yang tertera dalam Albazanji adalah akulturasi Islam ke dalam budaya Sunda. Akulturasi ini dikenal dengan Islam Tradisional.
Islam Tradisional tidak menghapuskan budaya yang telah ada, hanya meluruskan apa yang bertentangan dengan agama. Jangjawokan yang dulu penuh dengan pemusyrikan diganti syairnya dengan kalimah-kalimah tauhid.
Ibu yang kini banyak memiliki peran ganda beralasan tak memiliki waktu untuk menina-bobokan anak. Apalagi harus dengan membacakan dongeng. Alasan ini menjadi mengakar apabila telah dihubungkan dengan masalah materi.
Jika kita melihat kembali maksud isi surat Albaqoroh ayat 233, maka disitu tertera mengenai hak anak untuk mendapatkan dekapan ibu. Berbagai cara pemenuhannya bisa banyak kita lakukan, seperti berbagi waktu untuk anak yang berkualitas, dan kembali meninabobokan anak dengan dekapan ibu. Tak ada alasan untuk menolaknya. Apa yang dilakukan ibu, itulah yang akan dipetik kelak di masa depan.
Jadi, kembali mendekap anak dengan senandung ibu baik itu dengan memperdengarkan ayat-ayat Alloh SWT maupun dengan bershalawat akan lebih baik dari pada mempercayakannya kepada TV.
Penutup
Hari ibu telah berlalu kemarin. Akan tetapi tak semua orang bisa mendapatkan ucapan selamat menjadi ibu. Bahkan, sang ibu sendiri selayaknya kembali memberikan hak anak untuk mendapatkan dekapannya. Dekapan ibu dengan senandung penuh kasihnya akan mengembalikan calon figur muslim yang sejati. Penuh kasih dan taat.
Menina-bobokan anak memberi ruang yang lebih untuk lebih dekat dan erat. Ikatan bathin akan kembali. Menghasilkan jiwa-jiwa yang suci, meski terkadang harus meninggalkan penghasil materi. Reaktualisasi dan reaktivasi kembali senandung ibu, akan kembali memanusiaka manusia Indonesia.
Wallohu a’lam.
REFERENSI
Dina Y. Sulaeman . Doktor Cilik Hafal & Paham Al-Quran . Jakarta : Liman, 2007.
Depag RI. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta.TT.
Depag RI. Psikologi Perkembangan dan Agama. Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1985.
Setia Hidayat & N. Syamsyudin Ch. Haesy. Sangkakala Padjajaran Upaya Awal Mengeja dan Menyimak Makna Rumpaka. Jakarta : Bina Rena Pariwara, 2004.
A Surjadi. Masyarakat Sunda Budaya dan Problema. Bandung : Alumni, 2006.
Sentanu, Erbe. Quantum Ikhlas Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2008.