Perubahan rezim pasar komoditas
pertanian yang mengarah pada pasar bebas membawa konsekuensi negatif terhadap
harga komoditas pertanian. Khususnya pangan di pasar domestik yang semakin terbuka terhadap gejolak pasar
internasional. Hal ini menyebabkan harga komoditas pangan di pasar dunia secara
langsung mempengaruhi harga komoditas pangan domestik.
Jagung merupakan salah satu
komoditas pangan, maka dinamika harganya tidak terlepas dari arah kebijakan
perdagangan, pasar komoditas pangan dunia, stabilitas harga, dan fluktuasi
nilai tukar. Akumulasi perubahan dari berbagai aspek tersebut secara simultan
akan mempengaruhi dinamika harga komoditas jagung domestik.
Kebutuhan akan komoditas jagung
untuk bahan pangan, bahan pakan serta bahan baku industri terus meningkat. Satu
dekade terakhir produksi jagung nasional mengalami penurunan sekitar -0,94
persen per tahun, sementara kebutuhan jagung cenderung meningkat, yakni 0,34
persen per tahun.
Berdasarkan
proyeksi Kementerian Pertanian dalam Outlook Tanaman Pangan dan
Hortikultura 2019 mencapai 29,92 juta ton. Sementara konsumsi jagung untuk
bahan baku industri 11,1 juta ton dan bahan baku pakan ternak 4,2 juta ton.
Kemudian untuk konsumsi rumah tangga 405 ribu ton serta bahan baku
industri 5,9 juta ton. Sedangkan untuk bibit sebanyak 113 ribu ton dan
yang tercecer mencapai 1,5 juta ton. Artinya masih ada surplus 6,67 juta ton.*
Pertanyaannya adalah “mengapa selama
periode tersebut indonesia masih mengimpor jagung?”, bahkan menurut Direktur
Bulog Budi Waseso (buwas) sampai harus impor 200.000 ton ketika rapat
dengan komisi VI DPR RI
Ada yang menarik dari penyataan yang
keluar dari direktur Bulog tersebut saat
rapat dengaan komisi VI DPR RI “Data yang
pasti jadi jangan dikira-kira karena impor harus sesuai dengan kebutuhan”. Saya
sebagai pelaku budidaya jagung menganggap bahwa pernyataan tersebut menandakan
bahwa selama ini bisa saja pemerintah tidak punya data yang riil tentang
komoditas jagung dari hulu sampai hilir. Maka solusinya tetap masih impor walau
menguras devisa.
Berangkat dari
permasalahan tersebut, saya sebagai salah satu pelaku budidaya jagung harusnya
pemerintah membuat semacam tata kelola informasi jagung, supaya dalam mentukan
kebijakan berdasarkan data, apalagi ini terkait nasib jutaan petani jagung dan
keuangan negara.
Tata Kelola Sistem
Informasi Jagung sebagai aggregat data
Sistem informasi adalah
rangkaian kegiatan untuk menghasilkan informasi artinya data yang diolah
menjadi bentuk yang berguna bagi para pemakainya. Sementara tata kelola sebagai
manajemen dalam kinerja untuk menghasilkan data yang akurat sesuai kebutuhan.
Tata Kelola Sistem informasi
jagung itu bisa dimulai dari data dan poligon lahan baku berbasis digital
dengan fasilitas platform aplikasi map supaya pemangku kepentingan bisa
menetahui luasan lahan secara nyata dalam satu platform aplikasi. Lahan yang
benar-benar ditanami jagung bisa dipantau setiap waktu.
Selajutnya, yang
harus disajikan dalam Sistem informasi Tata Kelola Jagung ini adalah jadwal
tanam dan jadwal panen. Jadwal tanam dan jadwal panen ini sangat penting dan
menentukan hasil dari budidaya. Untuk itu kalender tanam yang bersifat lokal
juga penting dibuat, supaya tidak terjebak dalam situasi panen raya yang
berimbas pada turunya harga jagung di pelaku budidaya. Data ini diperlukan
sebagai tolak ukur antara ketersedaan jagung domestik dengan kebutuhan. Dengan
adanya jarak waktu tanam yang berbeda-beda harga jagung bisa terkendali.
Selain itu jumlah
petani yang terlibat, informasi organisme pengaggu tanaman serta harga jagung
per daerah pun penting sekali terakses. Hal ini menjadi bagian dari
pertimbangan keberhasilan kemandirian suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan
domestik. Adapun apabila mengalami surplus maka bisa untuk memenuhi kebutuhan
daerah lain.
Jika semua wilayah
di Indonesia sudah memiliki Sistem Informasi Tata Kelola Jagung maka data riil
kebutuhan dan ketersediaan stok bisa dipertanggungjawabkan. Petani domestik
tidak lagi tercekik harga jagung yang anjlok dan keuangan negara bisa digunakan
untuk kepentingan lainnya.