Diskusi Kopi Pahit Tentang Kekuatan Desa



Diskusi Dengan Kopi Pahit Jum`at Kemarin di kantor kecamatan Cidolog dengan salah seorang Sahabat kali ini membahas tetang Salah satu kekuatan UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah asas Rekognisi dan subsidiaritas yang dimiliki desa . Dua kekuatan itu membuat desa memiliki kekuatan untuk mengatur dirinya sendiri berdasar aset dan potensi yang dimilikinya.
Rekognisi berkaitan dengan hak asal usul, pengakuan dan penghormatan atas desa beserta keberagaman tradisi, adat, norma, pranata sosial, kearifan lokal dan kebudayaannya yang eksis jauh sebelum Negara ini lahir. Rekognisi desa ini patut diperbincangkan, mengingat sejarah panjang patronase yang dilakukan Negara terhadap desa meninggalkan problematika yang berkepanjangan di desa. penghayatan serta ikhtiar terus-menerus yang harus dilakukan di dalam menggali setiap aspek lokalitas yang menjadi ciri khas desa itu demi kedaulatan dan kemandirian desa itu sendiri.Semangat itu penting untuk dibangun demi menghindari keseragaman berpikir terutama cara pandang kita terhadap desa itu sendiri. Mengingat desa begitu beragam baik corak kehidupan serta geografisnya. Katakanlah misalkan pengelolaan desa-desa pesisir dengan desa-desa berbasis kontinental (daratan) mustahil mendapat perlakuan yang sama baik dari Negara maupun para pendamping desa di dalam mewujudkan cita-cita kemandirian yang berbasis kearifan lokal.
Ruh atau semangat dari terbitnya Undang-UndangDesa Nomor 6 tahun 2014 adalah kemandirian Desa. Bermakna bahwa Desa mempunyai kekuatan secara ekonomi, sosial, dan budaya melalui usaha-usaha pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. Jika dilihat secara utuh Undang-UndangDesa mendorong adanya usaha pembangunan dan pemberdayaan yang berkesinambungan. Walaupun itu tidak mudah, hal tersebut merupakan amanat Undang-UndangDesa dalam rangka memperkuat Desa. Pemberlakuan UndangUndangDesa merupakan pilihan politis yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mempercepat dan mendorong penguatan ekonomi masyarakat melalui penguatan kapasitas Desa sebagai garda terdepan pembangunan Indonesia.Undang-UndangDesa memberikan rasa lega dan kesempatan yang luas kepada semua pihak.
Undang-Undang Desa memberi cara baru, bagaimana posisi, peran dan kewenangan Desa harus ditempatkan dan diberikan.Karena dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya,kewenangan Desa hanya bersifat target. Maka dengan lahirnya UU Desa tersebut,kewenangan Desa bersifat mandat. Kedudukan Desa menjadi pemerintahan masyarakat, campuran antaraself governing community dan local self government,bukan lagi sebagai organisasi pemerintahan yang beradadalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local stategovernment). Desa memiliki posisi dan peran yang lebih berdaulat, sangat besar dan luas dalam mengatur dan mengurus Desa. Model pembangunanyang dulunya bersistem Government driven developmentatau community driven development, sekarang berubah menggunakan sistemVillage driven development. Secara politis, dengan terbitnya UU Desa menjadikan Desa sebagai “arena” pelaksanaan program pembangunan dari pemerintah, tidak seperti sebelumnya yang menjadikan Desa hanya sebatas “lokasi” program pembangunan. Desa bisa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat sendiri secara penuh. Desa menjadi subjek pembangunan bukan lagi sebagai objek. Pendekatan pembangunan dengan metode imposisi (fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi) sudah bisa dilakukan. Tentu saja pendekatan tersebut berbeda dari pendekatan sebelumnya. Pada masa sebelumnya pemerintah menggunakan pendekatan mutilasi sektoral dalam membangun Desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan segala keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terbitnya Undang-Undang tentang Desa juga memberikan kejelasan status dan kepastian hukumatas Desa dalam sistem ketatanegaraan. Undang Undang tersebut juga memberikan jaminan terhadap upaya-upaya pelestarian dan pemajuan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa. Berlakunya Undang-Undang Desa mendorong timbulnya inisiatif, swakarsa, prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk menggali dan mengembangkan potensi yang mereka miliki serta bisa mengelola Aset Desa guna kesejahteraan bersama.
Sekali lagi Berbeda dengan azas “desentralisasi” dan “residualitas” yang menjadikan Desa hanya menjadi bagian dari daerah, kini desa dengan dua azas utama “rekognisi” dan “subdidiaritas” mempunyai semangat perubahan dan pembaharuan pradigma Desa sebagai organisasi campuran antara masyarakat berpemerintahan (self governingcommunity) dengan pemerintahan lokal (local selfgovernment). Hal tersebut menjadikan sistem pemerintahan Desa berbentuk pemerintahan masyarakat atau pemerintahan berbasis masyarakat dengan segala kewenangannya (authority). Desa juga tidak lagi identik dengan pemerintah Desa dan Kepala Desa, melainkan pemerintahan Desa yang sekaligus pemerintahan masyarakat yang membentuk kesatuan entitas hukum. Artinya, masyarakat juga mempunyai kewenangan dalam mengatur Desa sebagaimana pemerintahan Desa.