
Biasanya, saya rajin mengabarkan kepada khalayak ihwal kemunculan
buku baru itu. Bukan saja bertujuan promosi supaya bukunya terbeli,
lebih dari itu, dorongan “berbagi” kepada sesama Sukarnois begitu besar.
Tapi, mengingat kesibukan, saya memang tidak, atau belum melakukannya. Hhhmmm, apa jadinya kalau sudah dipromosikan tanggal 10 Oktober bisa dibeli di toko buku, tapi ternyata tidak ada barangnya?
Kalau tidak salah ingat, tanggal 12 Oktober, manajer Imania
menelepon, meminta maaf tentang buku saya yang belum bisa dipasarkan.
Saya tanya alasan, dia menjawab direksi keberatan dengan sebagian isi
kata pengantar buku. Sempat mereka meminta izin untuk menghapus kata
pengantar. Saya tentu saja keberatan. Kata pengantar justru penting
untuk conditioning pembaca masuk pada materi buku. Kalau ujug-ujug pembaca disodori materi tanpa pengantar, sama saja kita disuruh makan singkong rebus tanpa air. Bayangkan saja….
Saya menolak. Lantas si manajer meminta saya melakukan editing, saya
juga menolak. Bukan saya tidak mau kompromi. Alasan saya ada dua,
pertama, saya memang benar-benar sedang tidak ada waktu untuk mengedit
kata pengantar. Kedua, berhubung yang keberatan adalah direksi, maka
seyogianya pihak penerbit yang mengedit. Bukankah begitu? Maka saya
usul, “Silakan diedit seperlunya. Saya menyetujui, dan lanjutkan proses
cetak ulang dan pendistribusiannya ke toko-toko buku.”
Begitulah sekelumit romansa yang mewarnai kelahiran buku “Bung Karno
Vs Kartosuwiryo, Membongkar Sumber Dana DI/TII” ini. Tidak seperti dua
judul sebelumnya yang dicetak di Imania, maka pada buku ketiga ini, rasa
merasa terhormat, karena direksi penerbit itu tiba-tiba menjadi begitu
perhatian. Mulai dari usul pemilihan topik, hingga gonta-ganti cover.
Dalam pikiran yang selalu saya usahakan untuk positif, tentu saja saya
senang karena itu artinya mereka menganggap penting.
Penting bisa diartikan, materi buku ini memang patut mendapat
perhatian ekstra. Penting bisa juga berarti, buku ini memang punya nilai
jual. Entahlah. Yang pasti, buku ini memang beda dari kedua serial
terdahulu. Ini lebih fokus pada sekelumit kiprah Bung Karno yang
bersinggungan dengan Islam. Khususnya Islam garis keras.
Tetapi, format buku secara umum, tidak terlalu menyimpang dari kedua
buku terdahulu. Tetap bersumber dari postingan saya di blog ini.
Mudah-mudahan tetap “enteng-berisi”. Saya berharap, sekalipun topiknya
cukup berat, tetapi tetap bisa dinikmati secara santai.
Pertanyaannya tentu: Kapan buku itu bisa didapat? Penerbit yang punya
kapasitas menjawab. Hanya saja, kepada saya mereka mengatakan,
“pencetakan ulang kata pengantar, sebentar kok. Mudah-mudahan akhir
Oktober 2011 ini sudah beredar di toko-toko buku.” (roso daras)