"Maenpo" Salah satu aliran silat yang berkembang di Desa Janggala Cidolog Ciamis


Pencak silat adalah olahraga beladiri yang juga mengandung nilai - nilai seni tradisional dari Indonesia. Pencak silat sudah lama sekali diperkenalkan di Indonesia, pencak silat sendiri memiliki 4 aspek utama serta 3 tujuan utama dalam penerapannya.4 aspek tersebut yakni 1) aspek mental spiritual, 2) aspek seni budaya, 3) aspek bela diri, 4) aspek olah raga, dan 3 tujuan utamanya antara lain 1) tujuan untuk mencapai kesehatan, (2) tujuan rekreasi dan (3) tujuan prestasi.
Pencak silat merupakan unsur - unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budidaya yang turun temurun. Pencak silat sudah lama diperkenalkan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat pada saat penjajahan Belanda, pencak silat sudah ada. Pencak silat dikala itu digunakan untuk melawan penjajah. Bahkan kita sering mendengar legenda bahwa pencak silat pernah dilakukan oleh salah satu pendekar dari Betawi yang bernama si Pitung. Dikala itu, si Pitung melakukan perlawanan secara Individu dengan pencak silat.
Latihan Silat Sejak Kecil di Kampung Sukalillah
Salah satu aliran pencak silat (maĆ©npo) yang asli dari Tatar Galuh Ciamis adalah Aliran AOM TUR’AT. Menurut tuturan dari para muridnya, AOM TUR’AT berasal dari kota Bandung. Ia lahir pada tahun 1878, kemudian pada tahun 1935 ia berkelana ke Tatar Galuh Ciamis untuk menyebarkan seni bela diri tradisional yang diciptakannya. Pertama kali ia mengembangkan ajarannya di daerah Cijantung Ciamis, karena ia menikah dengan seorang gadis Cijantung. Namun beberapa tahun kemudian istrinya meninggal dunia.

Setahun setelah Indonesia Merdeka (1946), ia menikah lagi dengan seorang janda dari kampung Cikatomas Desa Handapherang Ciamis, yang bernama Nyi Arsitem (yang acapkali dipanggil Nyi Itong). Dari daerah Handapherang inilah, ia terus mengembangkan ajaran pencak silatnya, bahkan menyebar ke berbagai daerah, seperti daerah Cidewa Dewasari, Janggala Cidolog, Cimaragas, Karangampel Baregbeg, dan Ciparigi Sukadana Ciamis.

Pada waktu itu istilah pencak silat disebut dengan maĆ©npo (maĆ©n usik nu tara mĆ©rĆ© tĆ©mpo). AOM TUR’AT mengatakan bahwa pencak silat (maĆ©npo) itu ada tiga pengertian, yakni 1) usik (gerakan), 2) karep (kemauan/niat yang kuat), 3) rasa (dorongan batin). Adapun gerakan jurus-jurus AOM TUR’AT merupakan gabungan dari berbagai guru yang telah teruji kemahirannya. Untuk mendapatkan kesempurnaan ilmunya, ia berguru ke sepuluh orang guru, yang salah satunya ia pernah belajar silat Cikalong ciptaan Juragan Haji Ibrahim atau Raden Djajaperbata. Dari kesepuluh guru yang ia pelajari, lalu diambil intisarinya yang telah ia uji kehebatan gerakannya, dan ia gabungkan menjadi gerakan silat tersendiri yang dinamakan Pencak Silat (MaĆ©npo) Aliran AOM TUR’AT, yang terdiri dari :


  • 30 Gerakan Jurus Dasar

  • 11 Gerakan Lapisan (Gerakan gabungan dari jurus dasar)

  • 5 Gerakan Pecahan (Gerakan gabungan dari jurus dasar dan lapisan yang diiringi gerak langkah kaki/mecah)

  • Kaedah (Isi dari gerakan jurus dasar, lapisan dan pecahan)

  • Jurus Bedog (diambil dari gerakan pecahan)

  • Usik (gerak reflek)

  • Akal (gerak rasa).


Selanjutnya dalam gerakan pencak silat ini mengandung gerakan nƩwak (menangkap, miceun (membuang); neunggeul (memukul); ngelƩs/nyingcet (menghindar), dan ngalumpuhkeun (melumpuhkan lawan). Ketiga bentuk gerakan tersebut secara filosofis berarti kita harus mampu menangkap nafsu jahat yang datang pada diri yang seterusnya harus segera dibuang, namun apabila nafsu terus berkobar maka harus dipatahkan dengan cara memukulnya, dan apabila membahayakan pada diri maka harus segera dilumpuhkan.

Aom Tur`at terkenal sebagai orang yang taat menjalankan ajaran agama, dan dekat dengan guru-guru ngaji di madrasah. Sehingga setiap akan mengajarkan silat kepada murid-muridnya, ia selalu berpesan untuk tidak meninggalkan shalat wajib yang lima waktu dan mengajarkan agar senantiasa menjaga hubungan tali silaturrahim. Sehingga falsafahnya, ”Ngaliwatan silat sing ngetol sholat, jeung ulah pegat silaturrahim.” Dalam hal ini, jurus hanya boleh digunakan untuk menjaga diri bukan untuk menyombongkan diri.

Pada waktu itu, warna seragama yang dipakai untuk latihan, Aom Tur`at  menyarankan untuk memakai pakaian putih, dengan ikat pinggang berwarna kuning. Dari sini dapat kita pahami bahwa warna putih merupakan lambang kesucian dan kebersihan lahir batin, sedangkan warna kuning perlambang keagungan, kewibawaan dan persahabatan.
Kata Aom bagi masyarakat Jawa Barat biasa diidentikkan dengan keturunan kaum bangsawan (menak) Sunda. Demikian halnya yang melekat pada diri Raden Aom Tur'at, tokoh perintis salah satu aliran silat asli di Tatar Galuh Ciamis. Para muridnya menceritakan bahwa sang guru berasal dari Bandung dan dilahirkan pada tahun 1878.

Raden Aom Tur'at berkelana di wilayah Ciamis pada tahun 1935 untuk menyebarkan seni beladiri tradisional 'maenpo' atau yang lebih dikenal sekarang sebagi pencak silat. Ia melahirkan aliran silat Aom Tur'at yang diramu selepas berguru dan mengambil intisari ajaran dari sepuluh guru silat kawakan. Salah seorang guru Raden Aom Tur'at adalah pendekar silat termasyhur bernama Juragan Haji Ibrahim atau Raden Djajaperbata, pencipta aliran silat Cikalong.
Raden Aom Tur'at yang mahir berbahasa Belanda ini mulai mengembangkan ajaran beladirinya di daerah Cijantung Ciamis, karena ia memiliki istri yang berasal dari wilayah tersebut. Sayang, kebersamaannya dengan isteri tercintanya tidak bertahan lama, karena selang beberapa tahun kemudian sang isteri wafat.

Ia menikah lagi pada tahun 1946, selepas Indonesia lahir menjadi sebuah negara merdeka dan lepas dari penjajahan ratusan tahun lamanya. Sang guru mempersunting Nyi Arsitem, yang juga dikenal dengan panggilan Nyi Itong, seorang janda dari kampung Cikatomas, desa Handapherang Ciamis. Perkawinan ini, jika merunut pada sumber yang tersedia, berlangsung tiga tahun sebelum Raden Aom Tur'at berpulang ke hadirat Ilahi.

Raden Aom Tur'at menjadikan Desa Handapherang sebagai pusat pendidikan pencak silat. Aliran silatnya kemudian menyebar ke berbagai daerah, dari mulai Cidewa Dewasari, Janggala Cidolog, Cimaragas, Karangampel Baregbeg, hingga Ciparigi Sukadana.

Olahraga beladiri pencak silat pada masa hidup Raden Aom Tur'at masih dikenal dengan nama maenpo, yang berasal dari idiom sunda 'maen usik nu tara mere tempo' (permainan gerak yang tak memberi waktu). Ia mendefinisikan maenpo dengan tiga pengertian, yaitu usik (gerakan), karep (kemauan yang kuat) dan rasa (dorongan batin).

Raden Aom Tur'at dikenal sebagai pribadi yang relijius dan taat pada ajaran agama. Ia dekat dengan guru-guru madrasah dan selalu memberikan nasihat-nasihat agama. Murid-murid maenponya diperintahakan untuk selalu menjaga sholat dan silaturahmi. Maenpo atau pencak silat diajarakannya untuk mendidik manusia agar ”hormat ka saluhureun, nyaah ka sahandapeun, deudeuh ka sasama” yang artinya menghormati yang lebih tua, mengayomi yang lebih muda dan menyayangi sesama.

Raden Aom Tur'at wafat pada tahun 1949, bersamaan dengan Agresi Militer Belanda ke II di Indonesia. Konon menurut catatan silatindonesia.com, Aom Tur'at tidak meninggal seperti pada umumnya, melainkan 'lenyap' secara tiba-tiba, atau disebut 'silem' dalam bahasa Sunda. Ia mengalami sakit sebelum meninggal, tetapi masih sanggup berjalan kesana kemari sambil tidak memakai baju, sehingga menjadi bahan perbincangan orang.

Raden Aom Tur'at, sang guru maenpo, menghilang pada usia 71 tahun dan tidak diketahui keberadaan kuburannya hingga saat ini. Meski demikian, keberadaannya tetap dikenang dan ajarannya dijaga serta dilanjutkan oleh para penerusnya.

Salah satu nasihatnya yang bernilai sangat dalam adalah, bahwa silat seharusnya menenangkan jiwa, dengan konsep gerak rasa 'rasa sajeroning rasa'. Baginya, belajar dan berlatih silat harus dalam keadaan yang terkendali. Mereka yang berlatih silat dalam keadaan emosi atau dipenuhi nafsu amarah tidak akam mendapatkan apa-apa. "Beu, lapur... (tidak ada hasilnya)" demikian acapkali diucapkannya.

Aom Tur`at yang mahir juga berbahasa Belanda ini wafat pada jaman revolusi bertepatan dengan Agresi Militer Belanda ke II yang terjadi pada tahun 1949 dalam usia 71 tahun. Ketika wafatnya tidak seperti halnya kebanyakan orang pada umumnya, ia wafat secara tiba-tiba dan langsung lenyap (sunda: silem). Sehingga pada waktu itu, masyarakat pun tersentak kaget. Sebelum wafat ia memang mengalami sakit, namun sakitnya pun tidak seperti kita berbaring di tempat tidur. Ketika sakit, ia masih sempat jalan-jalan ke sana ke mari tanpa pakai baju, sehingga orang-orang pun keheranan sambil bergumam (ting kecewis). Maka sampai saat ini, kuburannya pun tidak ada yang tahu di mana sebenarnya dia meninggal, karena ia lenyap tanpa ada yang mengetahuinya.

Murid-murid Aom Tur`at yang terkenal adalah:
1) Wikatma (Bah Emo) dari Handapherang
2) Fachrudin (ayahanda Empud Saepudin) dari Handapherang
3) Abas Masduki dari Janggala
4) Den Emod dari Cimaragas.

Adapun murid-muridnya yang lain di antaranya: H. Hasan (Mantan Kepala Desa Handapherang), Achmad Djalaludin (Kepala Desa Handapherang pada saat itu = Ayahanda Kang Hasbi), Ijazi (anak dari Ny Arsitem sebelum nikah dengan Aom Tur’at), Sasmita, Sukinta, Suwanta, Ahmad, H. Tahya, Tahyudin, Sayubi, Samsudin, Muchtar, Al Hapi, Atmaja, Jajuli, Ahyar, Lomri, Madrofi, Ojo, Wanta, Jae/Sasmita, Hambali, Sukaeri, Fahroji dan Djuhana.

Aom Tur`at berpesan pada murid-muridnya dengan kalimat: ”Kudu hormat ka saluhureun, nyaah ka sahandapeun, deudeuh ka sasama”. Ini adalah bagian dari gerak rasa, karena itu beliau berkata, “rasa sajeroning rasa” (bagian rasa mesti diterima oleh rasa). Jangan malah sebaliknya, ”resep maledog kanu gedĆ©, nalipak kanu leutik, resep pasea”. Sehingga jika ada yang sedang latihan pencak silat dalam kondisi penuh dengan nafsu amarah, beliau acap kali berkata, ”beu lapur” (tidak ada manfaatnya –belajar silat). Dalam hal ini ketika menghadapi lawan, kata beliau, kuncinya adalah: ”Ulah hayang menang, ulah sieun Ć©lĆ©h, babakuna kedah teger, kumpulkeun dina manah; kantun nengetan usikna jalmi” (Jangan ingin menang, jangan takut kalah, tapi harus konsentrasi yang dipusatkan di hati, perhatikan gerak langkahnya orang lain).

Selain itu, dalam belajar usik (gerak jurus dengan rasa) harus memiliki tiga kontrol utama, yaitu :
1. Kedah tiasa ngosongkeun Ʃmutan sareng minuhan Ʃmutan (gembleng kana hiji hal). Maksudnya kita harus mampu mengosongkan pikiran dan mengisinya pikiran itu untuk fokus pada satu hal/tujuan.
2. Kedah bedas, hartosna bedas nyaƩta sanƩs tanaga namung manah kedah teguh, kedah tiasa merangan nafsu anu awon. Artinya hati harus teguh, dan harus mampu memerangi hawa nafsu yang jelek.
3. Kedah ikhlas, hartosna manah kedah suci, margi kedah tiasa ningali batin salira ku anjeun, sareng kedah nyaksi ku manah kana kaagungan Gusti anu Maha Suci. Maksudnya, harus ikhlas, dalam arti hati harus suci, sebab harus bisa melihat diri dengan batin kita sendiri, serta harus meyakini akan keagungan Allah Yang Maha Suci.

Dalam masalah peralatan pencak silat pun memiliki makna tersendiri, yakni :
a. Kendang indung, artinya bahwa fungsi sang bunda (indung) merupakan wujud yang mesti menjadi patokan yang dapat menuntut jalan hidup kita (nu nungtun jalan hirup urang sarƩrƩa) dalam menjalankan derap langkah kehidupan.
b. Kendang anak, artinya anak mesti tunduk kepada tuntunan ibundanya (indung).
c. Kuluwung (kula suwung) jeung kulitna, artinya bahwa diri kita sudah semestinya banyak diingatkan oleh diri kita sendiri sebelum diingatkan oleh orang lain.
d. Sora Goong (gung... gung… gung...), artinya dalam setiap langkah kita senantiasa menyuarakan pujian kepada Allah Yang Maha Agung.
e. Sora Tarompet, artinya ajakan untuk senantiasa serempak untuk giat bekerja (ngehempak-hempak nitah prak gawƩ).

Sebagai kata penutup, sudah semestinya siapa saja yang akan mempelajari gerakan pencak silat aliran AOM TUR’AT memahami 11 (sebelas) hal, sebagaimana amanat dari penggagasnya, yakni:
1. Kedah ngabdi ka Alloh
2. Hidmah ka Ibu rama
3. Ta’at ka pamarĆ©ntah salagi aya dina jalan bener
4. Ta’at kana kawajiban diajar
5. Sopan santun
6. Silih ma’afkeun
7. Silih wasiatan dina jalan kasaƩan
8. Silih tulungan
9. Ngaberesihkeun laku tina mipit teu amit ngala teu mƩnta
10. Ngaberesihkeun tƩkad
11. Jihadun-nafsi (ngendalikeun nafsu).