Kewenangan Desa dalam Penataan Ruang berdasarkan UU Desa

 


Dewasa ini, dengan adanya peraturan baru mengenai pembangunan Indonesia yang memiliki konsep “Desa membangun”, kewenangan penataan ruang ternyata juga diberikan kepada desa. Beragam bentuk pembangunan masyarakat sudah diterapkan di Indonesia dari mulai pemenuhan kebutuhan masyarakat sampai dengan pemberdayaan masyarakat. Bentuk pembangunan dengan pemberdayaan masyarakat yang menekankan pada kemandirian masyarakat sekarang ini mulai diterapkan untuk mempercepat pembangunan di Indonesia. 

Salah satu bentuk penerapan konsep pemberdayaan masyarakat ini adalah dengan dikeluarkannya UU Desa. Undang-undang yang baru ini dengan membedakan konsep pemba-ngunan desa (membangun desa) dan desa membangun. Jika dalam “membangun desa” negara yang menjadi aktor utama dalam pembangunan maka “desa membangun” berarti desa memiliki kemandirian dalam membangun dirinya sendiri (self development) sesuai dengan apa yang terkandung dalam Undang-Undang Desa.

Dijelaskan dalam UU Desa bahwa Desa adalah Desa dan Desa Adat atau yang memiliki nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pengertiannya, sudah jelas bahwa Desa diberikan kewenangan oleh negara untuk mengurus dan mengatur kepentingannya sendiri sesuai dengan kondisi sosial serta budaya yang dimilikinya. Desa merupakan suatu institusi otonom dengan tradisi, adat istiadat, dan hukumnya sendiri yang bersifat mandiri.

 Kewenangan penataan ruang oleh desa merupakan kewenangan dengan UU Desa sebagai dasar hukumnya. Adanya pemerintahan yang berdasarkan peraturan-peraturan hukum dimaksudkan untuk membatasi pemerintahan dalam melaksanakan urusan pemerintahannya harus tunduk pada hukum.15 Kewenangan penataan ruang desa yang diberikan oleh UU Desa merupakan kewenangan asli desa yang berlandaskan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Kewenangan penataan ruang sendiri berdasarkan wilayah administratif dalam UU Penataan Ruang Pasal 5 ayat (3) terdiri dari penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Kewenangan desa dalam penataan ruang sendiri merupakan hal yang baru, mengingat UU Desa yang saat ini baru diberlakukan pada tanggal 14 Januari 2014 sedangkan UU Penataan Ruang sudah diberlakukan sejak tahun 2007. Perubahan ini tentunya diharapkan dapat memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat serta lingkungannya

Kewenangan desa secara keseluruhan yang diatur oleh UU Desa bukanlah kewenangan yang dilimpahkan dari pemerintah di atasnya dengan cara delegasi, melainkan kewenangan yang didapatkan dengan cara mandat (pelimpahan wewenang dari suatu organisasi pemerintah kepada organisasi pemerintah yang lain yang mengizinkan kewenangannya dijalankan atas namanya)  yang berada di bawah pemerintahan kabupaten /kota. Akan tetapi dengan diberikannya hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa dan dengan berlakunya UU Desa saat ini, desa memiliki kebebasan dalam menentukan arah pembangunan lingkungannya selama tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Produk dari kewenagan pemerintah salah satunya adalah kebijakan, dalam implementasi kebijakan dikenal dua pendekatan dalam membuat kebijakan yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom up. Pendekatan top-down disebut sebagai berarti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro, sedangkan dalam pendekatan bottom up proses kebijakan dimulai dari penyampaian aspirasi, permintaan ataupun dukungan dari masyarakat.

Salah satu tugas pemerintah dalam pembangunan negara adalah penataan ruang, tugas negara dalam penataan ruang adalah berupa:  (1) Police making, yaitu penentuan haluan negara; dan (2) task executing, yaitu pelaksanaan tugas berdasarkan haluan yang telah ditetapkan oleh negara. Kewajiban ini diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai cara dan tanpa alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan rakyatnya.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis laksanakan di Kecamatan Sukabumi, dari 6 (enam) desa belum ada satupun desa yang sudah ataupun merencanakan penyusunan peraturan desa mengenai tata ruang.

Kewenangan desa dalam penataan ruang meliputi rencanarencana pembangunan yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) serta Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Des). Kewenangan desa dalam penataan ruang ini dilaksanakan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa serta harus sejalan dengan peraturan diatasnya.

Munculnya UU Desa saat ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan penataan ruang secara lebih rinci dan tepat sasaran karena cakupannya yang tidak terlalu luas dan berada tepat di lokasi permasalahan. Pengaturan penataan ruang ini bukanlah hal yang mudah, untuk membuat regulasi tata ruang diperlukan persiapan, pengumpulan data, analisis, dan penyusunan yang maksimal dan efektif. Akan tetapi tujuan dari UU Desa ini menjadi terhambat karena tidak dibarengi dengan ketersediaan sumber daya manusia yang ahli dalam penyusunan tata ruang. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa tingkat pendidikan dari perangkat desa di 3 (tiga) desa di Kecamatan Sukabumi ini sebagian besar merupakan lulusan Sekolah Menengah Umum atau sederajat. Selain itu berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis, didapatkan fakta bahwa belum ada bimbingan teknis (bimtek) terkait penyusunan tata ruang desa.

Agar terwujudnya negara hukum ada beberapa hal yang harus diwujudkan diantaranya: Pertama, adanya paham konstitusi yang menjadi landasan dalam penyelenggaraaan negara (constitutionalisme), Kedua, adanya paham kedaulataan rakyat atau demokrasi yang menempatkanrakyat sebagai sumber kekuasaan dan berkedudukan yang sama di mata hukum (equality before the law); dan ketiga, adanya paham pembagian kekuasaan atau pemisahan kekuasaan (distribution of power or separation of powers) dalam struktur negara agar kekuasaan tidak terpusat pada satu kekuasaan, tetapi disebarkan pada beberapa cabang kekuasaan agar terbangun prinsip check and balances.

Indonesia sebagai negara hukum yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Adanya pemerintahan yang berdasarkan peraturan-peraturan hukum dimaksudkan untuk memagari pemerintahan dalam melaksanakan urusan pemerintahannya harus berdasarkan dan tunduk pada hukum.

 Aristoteles mengatakan bahwa negara yang baik merupakan negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan memiliki kedaulatan hukum. Unsur pemerintahan berkonstitusi ini diantaranya: pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum, pemerintahan dilaksanakan berdasarkan hukum dan ketentuan-ketentuan umum dan bukan hukum yang dibuat dengan cara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; dan pemerintah berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat. 

Proses penyusunan tata ruang sangatlah rumit dan memakan waktu yang cukup panjang, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kabupaten jangka waktu penyusunan rencana tata ruang untuk wilayah kabupaten paling lama adalah 24 bulan meliputi Persiapan, pengumpulan data, pengumpulan konsep rencana, penyusunan perda, dan penetapan perda. Apabila dibandingkan dengan kurangnya sumber daya manusia yang ahli serta belum adanya bimbingan teknis terhadap desa, maka proses penyusuna tata ruang desa akan sulit dilaksanakan.