Prof. Dr. Ir. Sajogyo: Pionir Sosiologi Pedesaan Indonesia



Profesor Dr. Ir. Sajogyo, akrab disapa Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia, merupakan figur yang telah memberikan kontribusi besar dalam pengembangan ilmu sosial, khususnya dalam konteks kehidupan pedesaan. Atau, seperti yang disebut oleh Prof. Dr. Mubyarto, seorang pakar ekonomi kerakyatan Indonesia, Bapak Sajogyo diakui sebagai "Bapak Ekonomi-Sosiologi Indonesia."

Lahir dengan nama Sri Kusumo Kampto Utomo pada 21 Mei 1926, di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen, beliau tumbuh dan meniti karirnya sebagai pemimpin studi agraria Indonesia. Perjalanan ini dimulai dari kampus IPB (Institut Pertanian Bogor), di mana beliau meraih gelar profesor dan bahkan menjabat sebagai Rektor IPB pada tahun 1964.

Dalam tradisi ilmu sosial yang tumbuh dari pertanian, Prof. Sajogyo mengangkat isu-isu seperti ekologi, pangan, gizi, tanah, agraria, yang semuanya terkait dengan konteks agrikultur (pembudidayaan). Dalam perjalanan hidupnya yang membawa dari Karanganyar hingga Yogyakarta, beliau mengenal dan bekerja untuk pedesaan sejak tahun 1949 saat belajar di Fakultas Pertanian UI (Universitas Indonesia) di Bogor.

Setelah menyelesaikan kuliah, Prof. Sajogyo memulai karirnya sebagai Asisten Dosen Sosial Ekonomi Pertanian di IPB. Di bawah bimbingan Ir. Ten Dam dari Belanda, beliau terlibat dalam penelitian di desa teruka di Cibodas, Jawa Barat, pada tahun 1953-1955. Pengalaman ini membuka wawasan tentang struktur sosial pedesaan, terutama dalam konteks kepemilikan tanah yang membedakan kelompok "yang memerintah" dengan "yang diperintah."

Perjalanan penelitian Prof. Sajogyo membawanya ke desa-desa lain, bergabung dengan Guru Besar Prof. W.F. Wertheim dari Belanda pada tahun 1955-1957. Ini membawa pemahaman bahwa Indonesia memiliki situasi yang sangat berbeda antara Jawa dan pulau-pulau luar Jawa. Pada periode ini, Cibodas menjadi situs pengetahuan dalam kajian ilmu sosial yang baru dirintis.

Berpindah dari akademis ke kepemimpinan, Prof. Sajogyo menjadi Rektor IPB pada tahun 1964. Selama kepemimpinannya, selain merapikan manajemen keuangan kampus, beliau memimpin program BIMAS SSBM (Bimbingan Massal Swa-Sembada Bahan Makanan) IPB pada tahun 1963-1965. Pendekatan yang dilakukannya adalah "Pendidikan Orang Dewasa," mendekatkan mahasiswa IPB dengan masyarakat tani di desa.

Bersamaan dengan jabatannya sebagai rektor, Prof. Sajogyo juga ditunjuk oleh pemerintah sebagai Ketua Badan Kerja Survey Agro Ekonomi (SAE) dari tahun 1964 hingga 1972. SAE memiliki tugas mengkaji sumber daya pertanian dan kondisi masyarakat tani di Indonesia, serta mengenai organisasi, jasa, dan program pemerintah di bidang pertanian dan agraria.



Pada tahun 1972, Prof. Sajogyo memimpin Survey Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) selama dua tahun. Hasil kajiannya tidak hanya disajikan dalam laporan ilmiah, tetapi juga menjadi panduan bagi para kader program "Taman Gizi" yang berfokus pada peningkatan gizi balita dan keluarga.

Dalam perkembangan kariernya, Prof. Sajogyo juga memainkan peran penting dalam pembentukan dan pengembangan organisasi profesi seperti Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) pada tahun 1969 dan Yayasan Agro Ekonomika (YAE). Ia juga terlibat dalam riset "Intensifikasi Padi Sawah" sebagai evaluasi terhadap Revolusi Hijau pada tahun 1968.

Pada tahun 1973, Prof. Sajogyo turut mendirikan LSM Bina Desa, yang masih eksis hingga kini. Keterlibatannya dalam dunia LSM memberinya kesempatan untuk merangkul konsep pemberdayaan masyarakat, yang nantinya memengaruhi kebijakan Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Kaji Tindak Partisipatoris (KTP).

Garis kemiskinan Sajogyo, yang merumuskan pengukuran kemiskinan berdasarkan konsumsi pangan, menjadi kontribusi signifikan pada kajian ekonomi dan sosial. Karyanya "Modernization without Development in Rural Java" pada tahun 1973 melakukan evaluasi kritis terhadap Revolusi Hijau, menyuarakan bahwa revolusi tersebut hanya menguntungkan petani golongan atas dan mempercepat proses proletarisasi petani gurem.

Sebagai pengakuan atas kontribusinya, Prof. Sajogyo meraih Habibie Award pada tahun 2011 di bidang ilmu sosial. Pengabdian beliau terus berlanjut, dengan mendirikan Sajogyo Institute pada tahun 2005 bersama para kolega, sahabat, murid, dan anak muda yang terinspirasi oleh pemikiran dan perjuangannya.

Dengan pengalaman sepanjang hidupnya yang terfokus pada isu-isu sosial ekonomi masyarakat, Prof. Dr. Ir. Sajogyo dianggap sebagai Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia. Kontribusinya yang mendalam dalam riset, pengajaran, dan pemberdayaan masyarakat terus memberikan inspirasi bagi generasi ilmuwan sosial dan aktivis pembangunan.